- Berkatalah semua pendeta menyambut mula-mula kepada sang Sonaka dan kemudian sang Ugrasrawa. Keluarlah mereka dari tempat berkorban menyongsong sang Ugrasrawa dan meminta perlindungan kepadanya. Mereka lalu bertanya tentang keturunannya katanya: "tatra wansam aham purwam srotum ichami bhargawa"."Permintaan kami kepada tuanku, hendaknya tuanku ceritakan keadaan keturunan Bhargawa, menurut isi purana sungguh-sungguh leluhur hamba. Maksud hamba hal itu akan hamba perhatikan, karenannya uraikanlah ceritera tuanku ini!"
- Demikianlah kata Begawan Sonaka. Menjawablah sang Ugrasrawa katanya: "Ada seorang begawan Bhrgu, brahmaputra putra Batara Brahma beristrikan sang Puloma. Sangatlah pandai dan setiannya kepada suami, molek wajahnya lagi pula tahu akan adat dan sopan santun. Ketika sang puloma sedang hamil, ada raksasa bernama Duloma, ia berjalan-jalan di asrama Begawan Bhrgu, pada waktu itu sang Begawan sedang pergi mandi, sehingga hanya sang Puloma yang menemui raksasa Duloma. Sang Puloma-pun menyambut dan menghidangkan bermacam-macam buah-buahan sebagai jamuan kepada sang tamu seperti biasanya. Terlihatlah wajah yang molek, sehingga raksasa Duloma menginginkannya, katanya:
- "Ibu sang Puloma, dahulu ini engkau diberikan oleh bapakmu untuk menjadi istriku. Aku disuruhnya menjadi seekor gagak, kata ayahmu: "peristrilah anak ini, hai gagak!" demikianlah katanya kepadaku, pada waktu itu sang Hyang Agni yang menyaksikannya. Alih-alih kau di peristri sang Begawan Bhrgu. Sikap yang demikian tidak pantas, karena sekarang ini juga aku suamimu. Apabila kamu tidak percaya, itu sang Hyang Agni ada di tungku pengorbanan, tanyailah olehmu."
- "Sang Hyang Agni, engkau berada di semua mahkluk, tiada ubahnya dengan sang Hyang Pasupati (Siva), mengetahui segala sesuatu, tahu akan segala perbuatan, menjadi saksi segala baik buruk, adakah perkataan saya ini salah, atau benarkah, katakanlah sebenarnya keadaan sang Puloma waktu diberikan kepada saya". Demikian kata sang Duloma, keluarlah sang Hyang Agni dari tungku pengorbanan, Katanya:"waksatya". Benarkah demikian, engkau diberikan kepada si Duloma ketika engkau masih anak-anak, tiada syarat apapun juga pemberiannya dahulu.
- Adapun sebabnya sang Bhrgu diserahi supaya memperistri sang Puloma dahulu, merupakan pemujaan kepada Hyang Agni, dan upacara-upacaranya hanya merupakan tambahan atas perkawinan itu, demikianlah yang ku ketahui". Demikianlah kata sang Hyang Agni, gembiralah si Duloma karenannya. Kemudian waraharukapara ia menjelma menjadi babi hutan dan bermaksud akan menangkap sang Puloma. Sang Pulomapun larilah dengan tangisnya, berteriak-teriak memanggil sang Begawan Bhrgu. Anak yang ada dalam kandungan mendengarnya, sehingga keluarlah karena marahnya, bagai sinar api rupanya. Ia membasmi raksasa Duloma yang berwujud babi hutan tadi.
- Bhasmibhuta, matilah ia menjadi abu. Bhegawan Bhrgu mendengar tangis sang Poloma, lalu mendatanginya, ia menemui istrinya dan menannyakan apa yang menyebabkan ia menangis itu. Berceritalah istrinya dari awal sampai akhir perbuatan si Duloma dan segala yang dikatakan oleh sang Hyang Agni. Marahlah begawan Bhrgu kepada sang Hyang Agni.
- "Raksasa jahanam engkau Hyang Agni! Karena engkau telah memberikan istriku kepada raksasa, kelak mendapat sesuatu yang tak engkau inginkan, engkau menjadi sarwabaksa (pemakan apapun)". Demikianlah kutuk Bagawan Bhrgu kepada sang Hyang Agni, karenannya lenyaplah ia meleburkan diri. Karena lenyapnya (Hyang Agni) para dewa bingung, sebab tak ada yang dapat melangsungkan korban. Karena itu mereka memohon kepada Bhatara Brahma, mohon keluarnya Api. Sabda sang Brahma:
- "Itulah kesudahan kutuk Begawan Bhrgu kepada semua mahkluk. Sinar Hyang Agni itu panas sekali, inilah yang akan membakar apapun juga, sampai kepada yang buruk-buruk sekalipun. Adapun kedewaannya bukan sarwabaksa, hanya melangsungkan korban saja, segala macam korban itu dilaksanakan, itu sudah semestinya. Seadangkan keadaan sinarnya tiada ubahnya dengan sinar sang Hyang Aditya, merusak segala sesuatu yang ada. Jadi ia sendiri tidak bercela, tidak kelekatan akan keburukan. Sang Hyang Agni bagailan sang Hyang Aditya juga keadaannya.
- Demikian sabda Bhatara Brahma, Hyang Agni mendengarnya. Itulah cerita terjadinya sarwabaksa lalu keluarlah para dewa menyembah kepada Bhtara Brahma, menyambut anugrahnya. Adapun Begawan Bhrgu mangambil anak (yang dilahirkan Puloma) tadi, di belanya, di pelihara dan diberi nama Sang Cyawana, Cyawan jatatwat, karena lahir (sebelum waktunya) dari kandungan ibu disebabkan oleh marahnya kepada raksasa, tasmat Cyawana, itulah sebab diberinama Cyawana".
- Air mata sang Puloma (yang keluar) ketika menagis, mengadu kepada suaminya, bercucuran mengalir menjadi sungai bernama Sindhusara, menjadi sungai pertapaan sang Cyawana. Kemudian ia beristrikan seorang putri, anak raja Saryati, anak angkat sang Pramiti. Ia seorang wiku putri yang ketetapan budinya seperti kebesaran jiwa sang Pramiti. Sang Pramiti memperistri sang Ghrtaci. widyadhariwarista, bidadari utama, ia mempunyai anak sang Ruru.
- Seorang bahmana bernama Begawan Sthulakesa, brahmacari, tiada beristri. Sang begawan pergi mengambil kayu bakar di hutan, sampai pada sebuah lembah di pinggir sungai, ia melihat bayi yang di tinggalkan ibu-bapanya. Nama bapanya sang Wiswawasu, gandarwaraja, raja bidadara bertukar kasih dalam hutan dengan sang Bidadari utama Menaka namanya. Atas hubungan itu lahirlah seorang bayi perempuan,molek parasnya. Garbhajatah, demikian dikandung, demikian pula di lahirkan sebagai seorang bidadari, tanpa kasih kepada putra yang dilahirkannya sedikitpun, hanya hawa nafsunya saja yang diperbesar.
- Itulah sebab anaknya di tinggalkan begitu saja di pinggir sungai. Terlihatlah oleh begawan Sthulakesa, kasihanlah rasa hatinya, ia berpendapat: "Baiklah kiranya kalau kuambil menjadi anakku". Demikianlah maksudnya, anak itu dipungut, dibawa ke asrama, dipelihara, diberi pelajaran tentang ketetapan budhi dan bersemadhi. Menjadi besarlah ia, tampak kecantikannya, karena memang seorang anak yang molek, jadi padalah rupanya, semerbak harum baunya diberi nama sang Pramathana. Ia gadis remaja, menggiurkan parasnya, sang Pramathalah kehendak sang Ruru. Karenanya begawan Pamiti diminta oleh anaknya supaya melamar anak bagawan Sthulakesa itu. Atas permintaan anaknya itu, ayahnya menyanggupinya. Sang Pramathana lalu diserahkan sang bagawan Sthulakesa kepada sang Ruru.
- Sampailah pada saat ugra naksatra (puncak bintang) dari perkawinannya, pada awal bulan Phalguni Bhagadewata dari perkawinan itu. Pada waktu itulah mereka mendapat kesusahan. Adapun peristiwanya demikian: Pada asta dewasa hari yang ketujuh dari perkawinannya, mereka berjalan-jalan di dalam taman, menikmati bermacam ragam bunga sambil bergandengan tangan. Seekor ular abu-abu tidur di jalan tertutup daun-daun kayu Wyalahsayitah, telentang melintang di ditengah jalan.
- Terpijaklah oleh sang Pramathana. Kala codita, seketika itu kaki Pramathana digigitnya. Segera bisanya tersebar keseluruh tubuhnya. Matilah ia, namun wajahnya yang cantikitu tidaklah berubah. Preksaniyatarakrti, bahkan makin merindukan tampaknya, seperti orang tidur saja. sang Ruru terkejut berdiam diri melihat istrinya jatuh, disangka hanya bergurau. Ketika menjatuhinya berteriak meminta tolong.
- Semua empu yang ada dalam asramapun datang, demikian pula begawan Sthulakesa dan begawan Pamiti, memberi pertolongan kepada sang Pamathana, lali di letakan di balai dan di beri berbagai macam obat. Tetapi ia tetap mati, karena sang Hyang Hurip telah meninggalkan, sudah waktunya pergi. Sang Ruru menangis, mengeluh kepada segenap dewa, serunya: "Sandhi ahoratrakalatma". Hai kamu segala Dewa, yang tau akan perbuatan segala mahkluk, waktu senjalah badanmu. Yadi putro muneh satyam, kalau saja ini sungguh anak seorang wiku yang setiap hari bertapa, selalu mempelajari mantra weda, selalu menaati peraturan-peraturan sang Maharsi yang sempurna keadaannya."
- "Samjiwatu mama priya, hidupkanlah istri saya, tiada bercacat kembali badannya, sempurnakanlah keadaanya, kalau sekiranya ada hasil pekerjaan saya terhadapmu". Demikianlah seru sang Ruru, terdengarlah oleh segala Dewa. Lalu datanglah dewa utusan menyambut sang Ruru: "Ayur nastigatasuyah". "Hai kamu sang Ruru, perkara hidup atau mati adalah hasil perbuatan sendiri. Tetapi ketahuilah, bahwa tiada lagi ada hidup kalau sudah saatnya mati, sekarang matilah istrimu, purwakarmapalam catat, sebagai buah perbuatan pada waktu dahulu. Pendek kata, peringatanku kepadamu,janganlah engkau menyedihkan kematian istrimu, karena yang menjadikan demikian itu perbuatannya sendiri.
- Adapun kalau kemauan baikmu menghendaki sang Pramathana hidup, carilah caya upaya." Kalau demikian katamu: engkau hidup, sempurna pula sebagai hasil perbuatanmu sebagai awal mula, ayuso rdham pradehi twwam, berikanlah separuh hidupmu kepada sang Pramathana, tetapi jangan membunuh ular, demikian pula pada ular abu-abu tadi, meskipun engkau ingat akan sifatnya sebagai ular. Meskipun yang berbisa sekalipun janganlah engkau hukum, karena sak semestinya seorang Brahmana menghukum.
- Tetapi kewajiban seorang Brahmana memberi pertolongan kepada orang yang kena hukuman sang Prabhu, sebagai halnya perbuatan sang Astika, seorang Brahmana utama, melindungi para naga, sehingga tidak jatuh dalam kurban yang dilakukan Maharaja Janamejaya. Demikianlah hendaknya yang engkau lakukan". Demikian seru sang Sahasrapadma kepada sang Ruru, lalu lenyaplah ia. Sang Ruru pulang mengatakan pada bapanya, dan minta di ceritakan segala perbuatan sang Astika ketika melindungi para naga, waktu Sang Maharaja Janamejaya melangsungkan korban ular.
- sang Ruru lalu diceritainya. Demikian ceritanya: "Sang Ruru berputra sang Punaka saat mengambil istri sang Pramathana yang hidup kembali. Sang punaka berputra tuanku, karenanya tuanku bernama Sonaka. Demikian cerita sang Puloma atas leluhur tuanku". Demikan cerita sang Ugrasrawa kepada begawan Sonaka. Di sela sedang melakukan korban. Lalu ia minta di ceritakan lagi katanya.
- "Anakku sang Ugrasrawa, saya belum lagi puas akan ceritamu. Kalau sekiranya dapat ceritakan lagi, kasihanilah saya, ceritakan leluhur saya. Begawan Ruru, Begawan Pramiti. Apakah maksud Maharaja Janamejaya melakukan korban ular? Berapa naga yang mati? Ceritakan hal itu kepada saya. Demikianlah permintaa sang Sonaka kepada sang Ugrasrawa. Menjawablah sang Ugrasrawa kataya:
Minggu, 01 Maret 2015
ADIPARWA BAB IV
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar